Grotius:
Law is a rule of moral action obliging to that which is right”
(Hukum adalah sebuah aturan tindakan moral yang akan membawa kepada apa yang benar).

Minggu, 17 Juli 2011

PERUBAHAN NEGARA INDONESIA KARENA DAMPAK REFORMASI DALAM PERSPEKTIF KONSEP MODEL PERUBAHAN


Oleh : Prima Angkupi, S.H.

A. Pendahuluan


Perubahan struktur lembaga masyarakat atau negara, yang terencana, yang mengarah ke distribusi kekuasaan, yang bertujuan menciptakan keterbukaan politik, mem-perluas partisipasi massa, terutama untuk golongan masyarakat tertentu, disebut reformasi politik.

Reformasi, merupakan pernyataan sikap kompromis antara, golongan yang memiliki pengaruh lebih besar, di masyarakat dengan kekuatan sosial yang pengaruhnya relatif lebih kecil. Jalan menuju kompromis, tak selamanya mulus. Artinya, tak tertutup kemungkinan terjadi konflik atau penggunaan kekerasan. Kompromis berarti ‘genjatan senjata’. Karena, legitimasi reformasi bersumber pada keputusan yang diambil berdasarkan suara mayoritas; demokratis.

Dinamika, proses reformasi timbul sebagai akibat dari krisis yang ada di masyarakat. Karena, baik aturan-main ataupun institusi tak berfungsi semestinya. Sehingga pemerintah pun tak sanggup lagi mengatasi berbagai macam problem, yang timbul sebagai akibat dari perubahan sosial. Namun penyebab krisis sesungguhnya, adalah, hubungan timbal balik antara masalah ekonomi dan kesenjangan sosial. Disamping itu, sistim lama terbukti sudah kropos, tak berfungsi. Karena itu, sekelompok masyarakat kemudian mengambil inisiatif. Mereka menggunakan kesempatan (krisis ekonomi), untuk menuntut distribusi kekuasaan. Dengan kata lain, pembagian ‘kue’ yang fair dari pemerintah. Tuntutan itu, kemudian mendapat pengakuan dari masyarakat luas. Dan berkesinambungan. Strategi reformasi jangka panjang disebut reformisme. Yang ber-arti mengantarkan masyarakat kepada kondisi sosial-ekonomis yang lebih baik. Ini bukan berarti, tanpa kendala sama sekali. Malah sebaliknya. Musuh utama reformisme: konservatisme dan komunisme.
Mula mula reformasi bertujuan formal. Merubah struktur masyarakat. Merubah undang-undang atau konstitusi. Mencari akses ke lembaga-lembaga tertentu. Membuat peraturan. Membentuk lembaga-lembaga baru, yang sudah pasti, bertujuan membatasi, kekuasaan, yang tak terkontrol sebelumnya. Karena itu, selama proses reformasi berlangsung: masalah moral, norma, etika serta perubahan prilaku (habitus) terasa semakin penting. Karena itu, yang jelas misalnya, masalah emansipasi wanita, problem minoritas (etnis/religius) dan sebagainya bakal lebih marak - di masa depan.

B. Rumusan Permasalahan
Rumusan permasalahan ini yaitu Bagaimanakah model perubahan suatu negara karena reformasi dalam perspektif konsep perubahan ?

C. Pembahasan

1. Tujuan Reformasi dalam perubahan sosial ekonomis
Negara-negara ‘setengah demokratis’ paling tidak memiliki potensi atau kesempatan untuk menuju perubahan sosial-ekonomis dengan melakukan reformasi, dari atas. Karena, hanya demokrasi yang telah mapan, dengan infrastruktur memadai, memiliki kemungkinkan, melakukan reformasi yang konsekwen.

Tak ada perbedaan antara reformasi dan revolusi. Yang ada perbedaan antara reformasi dan diktatur. Beda dengan dik-tatur, demokrasi, merupakan sebuah bentuk kehidupan bersama yang pas, dinamis, komunikatif dan bisa diperbaiki terus- menerus. Singkatkata, ideal. Sistim yang demokratis memungkinkan setiap proses berkembang wajar. Hanya demokrasi yang sanggup melahirkan struktur elastis. Artinya kekuasaan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan sosial-ekonomis. Hanya demokrasi yang sanggup membatasi kekuasaan. Barangkali demokrasi satu satunya bentuk pemerintahan, yang perlahan lahan (lewat reformasi politik) sanggup membatasi kekuasaan. Pada hakekatnya reformasi dan demokratisasi tak dapat dipisahkan. Karena esensinya sama.

2. Proses-Proses Model Perubahan Negara Indonesia Menuju Reformasi
Dalam pembahasan tentang perubahan sosial penulis ingin meletakkan konsep bersama mengenai perubahan sosial. Menurut Menurut Mac Iver, perubahan sosial (social relationship) merupakan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial . Sedangkan menurut Gillin, perubahan sosial di katakan sebagai satu variasi cara-cara hidup yang diterima dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Yang menarik adalah pendapat dari Selo Soemardjan, perubahan sosial dirumuskan sebagai segala perubahan dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan , yang mempengaruhi sistem sosialnya termasuk nilai-nilai, sikap dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Pendapat terakhir yang akan kami gunakan sebagai landasan dalam melakukan analisa terhadap proses reformasi tahun 1998.
Proses reformasi pada tahun 1998 telah berdampak besar dalam kehidupan masyarakat di Indonesia secara umum. Pertama, yang paling dirasakan dan dapat dilihat dengan jelas adalah jatuhnya rejim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun. Selama berkuasa, rejim Orde Baru telah menjadi orde kekerasan, yang selalu mengedepankan tindakan represif dalam menjaga kelanggengan kekuasaanya. Mundurnya presiden Soeharto-yang dianggap sebagai simbol Orde baru-telah menjadi tolok ukur dari dari perubahan tersebut. Namun, banyak pula kalangan melihat bahwa mundurnya Soeharto tidak akan memberikan kontribusi terhadap perubahan yang diinginkan
Kedua, seiring dengan jatuhnya rejim orde baru maka berdampak pada struktur pemerintahan. Dalam berbagai tuntutannya, mahasiswa menganggap bahwa struktur pemerintahan di masa rejim Orde baru menjadi instrumen penindasan terhadap masyarakat. Ini jelas sangat dirasakan oleh para mahasiswa yang telah dibungkam melalui pemberlakuan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Selain itu, mahasiswa menilai bahwa aparat negara, militer pada khususnya juga menjadi alat pelanggeng kekuasaan. Oleh karena itu, tuntutan yang muncul dari mahasiswa adalah mengembalikan posisi militer pada fungsinya. Salah satu contoh perubahan adalah pemisahan struktur antara Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia.
Ketiga, perubahan sistem politik di Indonesia. Walaupun sering dikatakan bahwa paham yang dianut oleh sistem politik Indonesia adalah demokrasi, ini jauh berbeda dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat. Perbedaan pendapat-yang kerap kali dianggap menggangu stabilitas-menjadi hal yang haram di masa Orde Baru. Aspirasi politik dari masyarakat kemudian dipersempit dengan sistem tiga partai yang jelas tidak berpihak pada masyarakat.
Seperti yang telah disampaikan diatas, perubahan sosial juga akan mempengaruhi nilai-nilai, sikap dan pola perilaku dalam sistem sosial masyarakat. Dalam konteks reformasi pada tahun 1998, terjadi perubahan-perubahan yang cukup signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Pengekangan yang dulu dilakukan oleh Rejim Orde Baru diberbagai sektor berangsur-angsur dihilangkan. Sebagai salah satu contoh adalah kebebasan berpendapat yang dulu menjadi ‘barang mahal’ sekarang relatif lebih terbuka. Kemudian isu tentang nilai-nilai Hak Asasi Manusia kemudian menjadi salah satu indikator dalam pembangunan. Masyarakat yang dulunya apolitis dan cenderung pasif pada sistem politik terdahulu mulai terlibat dalam berbagai kegiatan politik praktis. Sebagai salah satu indikator adalah berdirinya berbagai partai politik di Indonesia.

3. Konsep Perubahan Pada Reformasi Ditinjau oleh Teori Model Perubahan   Tyagi
Pada model perubahan Tyagi perubahan menggunakan pendekatan system dan model pada perubahan organisasi. Jika dihubungkan antara komponen system dalam model perubahan Tyagi dengan konsep reformasi terdahulu adalah:

a).  Adanya kekuatan untuk berubah
Saya melihat bahwa gerakan mahasiswa pada tahun 1998 adalah sebuah perubahan  dalam bentuk gerakan reformasi dimana perubahan sosial yang terjadi upaya yang berusaha memajukan masyarakat tanpa mengubah struktur dasarnya. Pemaparan saya diatas telah menggambarkan bagaimana proses perubahan tersebut. Gerakan mahasiswa saat itu melihat bahwa untuk menjawab permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia adalah pergantian rejim otoriter yang berkuasa dengan menggunakan isu-isu moral pada awalnya. Pemerintah saat itu dianggap tidak perduli bahkan tidak menunjukkan sense of crisis terhadap permasalahan yang dihadapi.. Gerakan mahasiswa di Indonesia kemudian mengalami perubahan dari sebuah gerakan moral menyuarakan masalah-masalah sosial-permasalahan yang sehari-hari dihadapi oleh masyarakat-kemudian berubah menjadi sebuah gerakan politik. Gerakan mahasiswa sebaiknya kembali menjadi gerakan yang mempunyai pandangan lebih mendalam dalam berbagai masalah sosial yang melanda bangsa.

b)  Mengenali dan Mengidentifikasi Masalah
Mahasiswa ketika itu menilai pemerintah sudah tidak bias dipercaya dalam menjalankan kekuasaannya, Kondisi ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang begitu represif sehingga kondisi perpolitikan nasional menjadi alat yang efektif untuk mematikan aspirasi dan gerakan mahasiswa. Pengekangan tersebut telah membuat mahasiswa-kebanyakan-menjadi kehilangan daya kritisnya terhadap kondisi sosial yang berkembang.

c)  Proses Penyelesaian Masalah
Penyelesaian masalah yang dilakukan mahasiswa dengan  perilaku kolektif yaitu tindakan-tindakan yang tidak terstruktur dan spontan dimana perilaku konvensional (lama) sudah tidak dirasakan tepat atau efektif. Lebih jauh lagi, perilaku kolektif merupakan perilaku yang (1) dilakukan oleh sejumlah orang (2) tidak bersifat rutin dan (3) merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu.

d)  Mengimplementasikan Perubahan
Setelah ada nya gerakan perubahan yakni reformasi, terjadi perubahan yang signifikan terhadap system pemerintahan dan struktur kenegaraan. Perubahan ini system organisasi ini memengan inti dari model perubahan Tyagi, tetapin perlu diperhatikan , tingkat kematangan dalanm menjalan suatu Negara yang telah tercover secara otoriter selama 30 tahun untuk menjadi demokarasi sangat lah sulit dilaksanakan dalam waktu singkat, tergantung terhadap daya tahan (resillence) peubahan tersebut didalam pengaruh-pengaruh politik.

e)  Mengukur , Mengevaluasi , dan Mengukur hasil nya  serta factor-faktor  penghambat nya
Penulis menganalisa tentang pengukuran dan mengevaluasi model peubahan yang diikuti oleh peluang terjadi nya perubahan dengan model Tyagi serta tantangan dan hambatannya. Pada dasar nya model perubahan Tyagy yang menggunakan pendekatan perubahan dalam organisasi yang dalam konteks ini adalah organisasi tersebut adalah negara Indonesia, sangat lah baik untuk mencapai perubahan yang diinginkan. Peluang tercapai nya suatu perubahan pun secara pengukuran oleh pengamatan dapat dikatakan hampir berhasil, karena konsep perubahan dumulai oleh Negara sebagai organisasi. Tetapi untuk pengukuran maksimal dibutuhkan waktu sekitar 20 tahun menurut penulis, karena perubahan suatu negara harus diikuti oleh masyarakat dan aspek-aspek lainnya seperti ekonomi, politik, hukum, budaya dan lain-lain. Selain itu banyak nya factor penghambat menuju perubahan tersebut seperti (1) stuktur birokrasi yang ada; (2) analisis terhadap proses pemerintahan dan pembangunan; (3) perubahan manajemen sumberdaya aparatur; (4) perubahan relasi antara pemerintah dan masyarakat yang setara; (5) perubahan sistem pengawasan; dan (6) perubahan manajemen Negara.
Enam hal tersebut menjadi penghambat dalam perubahan menurut penulis, oleh karena itu sangat lah wajar jika peluang keberhasilan model perubahan Tyagi yang terjadi pada reformasi dapat dirasakan dalam jangka waktu 20 Tahun. Menurut penulis perubahan pada Negara sangat lah tidak mungkin instan , kita harus memiliki konsep-konsep yang matang dalam proses perubahan. Akhir kata, konsep yang jelas dalam usaha perubahan sosial ada syarat utama dalam membangun kembali Indonesia, perjuangan belum selesai…!!!


 REFRENSI
.Suwarsono dan Alvin Y. So., “Bagan Perbandingan Teori Modernisasi Klasik dengan Teori Dependensi Klasik,” Perubahan Sosial dan Pembangunan (Jakarta, LP3ES, 1994)

Paul B. Hoton dan Chester L. Hunt, Sociology, Sixth Edition. Alih bahasa oleh Aminuddin Ram dan Tita Sobari (ed)., Sosiologi, Edisi Keenam, (……, Penerbit Erlangga, 1992)

Seokanto, Soerjono. Sosiologi: Suatu Pengantar (Jakarta, Rajawali Pers, 1990)

Muridan S Widjojo dan MAshudi Noorsalim, “Perlawanan Petanda, Politik Semiotik Gerakan Mahasiswa, ” Kebijakan Kebudayaan di Masa Orde Baru (Jakarta, Pusat pengembangan Kemasyarakatan dan Kebudayaan-LIPI dan Ford Foundation, 2001)